makalah
BAHASA SEBAGAI SARANA
BERPIKIR ILMIAH
Oleh
HARMADI
215
300 032
PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
2015/2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia tidak dapat
terlepas dari bahasa. Dengan bahasa manusia dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dapat membuktikan bahwa manusia
merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain. Selain
melalui bahasa vocal manusia juga sering menuangkan hasil pemikiran melalui
tulisan.
Tanpa
bahasa tidak akan terjadi komunikasi dan transformasi pengetahuan sehingga
manusia selalu berada dalam keterbelakangan. Lazimnya dalam sebuah komunikasi,
bahasa merupakan alat sentral untuk menyampaikan sebuah pesan dan memahami
maksudnya. Begitu juga dalam menyampaikan ilmu pengetahuan, bahasa menjadi
salah satu sarana ilmiah dalam berfikir sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
yang logis.
Pesatnya kemajuan ilmu
pengetahuan tidak terlepas dari peran bahasa di dalamnya, apalagi dalam
perkembangan filsafat. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena hubungan antara
bahasa dan filsafat telah berjalan lama, yaitu semenjak zaman Yunani kuno.
Dalam hal ini, terdapat hubungan timbal balik antara bahasa dan filsafat.
Pertama, bahasa menjadi subjek atau alat dalam menganalisis, memecahkan, dan
menjelaskan problema-problema dan konsep-konsep filosofis sehingga filsafat
dapat berkembang. Kedua, bahasa menjadi objek material, yaitu menjadi
pembahasan dalam filsafat sehingga perkembangan bahasa semakin meningkat. Hubungan
yang sudah lama dan erat ini tidak dapat dipisahkan terutama dalam pengertian
pokok bahwa tugas utama filsafat adalah menganalisis konsep-konsep dan hal ini
akan terungkap melalui bahasa.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis
mencoba menganalisis permasalahan bagaimana
bahasa dapat dijadikan sebagai sarana berpikir ilmiah?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi tentang
pentingnya bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah.
D. Manfaat
Penulisan
Penulisan makalah ini mempunyai dua manfaat, yang pertama yaitu manfaat
teoretis dan kedua manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Dari segi teoretis, penulisan
makalah ini menerangkan tentang pentingnya nilai nilai yang ditanamkan dalam
berpikir ilmiah khususnya para pelajar maupun masyarakat luas.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini sangat
bermanfaat antara lain
a. Bagi pendidik yang berorientasi pada
pemberian pendidikan baik dilingkungan formal maupun non formal;
b. Memberikan informasi pada masyarakat
yang memperhatikan dunia pendidikan dan tentang manfaat yang diperoleh dari
bahasa;
c. Menunjukkan pula pada masyarakat
terutama orang tua tentang pentingnya pemahaman secara mendalam yang terkandung
pada sebuah bahasa, dengan harapan lebih banyak lagi masyarakat yang
menggunakan bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bahasa
Banyak ahli bahasa yang telah memberikan uraiannya tentang
pengertian bahasa dan tentunya setiap ahli berbeda-beda dalam menyusun
redaksional kata-kata. Berikut penyusun akan paparkan pengertian bahasa menurut
ahli.
Menurut Louis O. Kattsoff (2004:39), bahasa tersusun dari perangkat-perangkat
tanda yang digabungkan dengan cara-cara tertentu. Ada tanda-tanda satu demi
satu seperti yang ditunjukan oleh huruf-huruf abjad. Bila huruf-huruf ini
digabungkan dengan cara-cara tertentu maka sejumlah darinya menimbulkan apa
yang dinamakan “kata-kata atau itilah-istilah dasar” bahasa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahasa adalah
sistem lambang bunyi berartikulasi yang bersifat sewenang-wenang dan
konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan
pikiran.
Bloch and Trager dalam Amsal Bakhtiar (2008:176), mengatakan
bahwa: “a language is a system of
arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates (Bahasa
adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh
suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi).
Joseph Broam dalam Amsal Bakhtiar (2008:177), mengatakan
bahwa: “a language is a structured system
of arbitrary vocal symbols by means of wich members of group interac
(Bahasa adalah suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbiter
yang digunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul
satu sama lain).
Batasan diatas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak
terjadi kesalah pahaman, oleh karen itu perlu diteliti setiap unsur yang
terdapat didalamnya:
1.
Simbol-simbol
Simbol-sombol berarti things that stand for other things atau
sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain. Hubungan antara simbol dan “sesuatu”
yang dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya
atau sesuatu yang bersifat alamiah, seperti yang terdapat awan hitam dan
turunnya hujan, ataupun antara tingginya panas badan dan kemungkinan terjadinya
infeksi. Awan hitam adalah tanda turunnya hujan, panas suhu badan yang tinggi
tanda suatu penyakit. Simbol atau lambang memperoleh fungsi khususnya dari
mufakat kelompok atau konvensional sosial, dan tidak mempunyai efek apapun bagi
setiap orang yang tidak mengenal konsensus atau konvensi tersebut.
Jadi, jika dikatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem atau
simbol-simbol, hal tersebut mengandung makna bahwa ucapan si pembicara
dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia
praktis.
2.
Simbol-simbol
vokal
Simbol-simbol yang membangun ujaran
manusia adalah simbol-simbol vokal yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan
bunyinya dihasilkan dari kerja sama berbagai organ atau alat tubuh dengan
sistem pernafasan. Untuk memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut haruslah
didengar oleh orang lain dan harus diartikulasikan sedemikian rupa untuk
memudahkan si pendengar untuk merasakannya secara jelas dan berbeda dari yang
lain.
Pada dasarnya, ujaran merupakan
fenomena akustik. Tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh organ-organ vokal
manusia merupakan simbol-simbol bahasa/lambang-lambang kebahasaan. Contohnya
Bersin, batuk, dengkur dain lain sebagainya, biasanya tidak mengandung nilai
simbolis, semua itu tidak bermakna apa-apa diluar diri mereka sendiri. Hanya
apabila bunyi tersebut mempunyai makna konvensional tertentu dalam suatu
kelompok sosial tertentu pula, misalnya apabila batuk-batuk kucing diartikan
lambang dari rasa hormat atau keadaan memalukan, barulah diterima sebagai
sejenis status tambahan dalam bahasa masyarakat tersebut.
3. Simbol-simbol vokal arbitter
Istilah arbitter di sini bermakna
“mana suka” dan tidak perlu ada hubungan yang valid secara filosofi antara
ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Hal ini akan lebih jelas bagi orang
yang mengetahui lebih dari satu bahasa. Misalnya, untu menyatakan jenis
binatang yang disebut Equus Caballus,
orang Inggris menyebutnya Horse,
orang Perancis menyebutnya Cheval,
orang Indonesia menyebutnya Kuda, dan orang Arab menyebutnya Hison. Semua kata ini sama tepatnya,
sama arbitternya. Semuanya adalah konvensional sosial yakni sejenis persetujuan
yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama anggota
masyarakat yang memberi setiap makna tertentu.
4. Suatu sistem yang berstruktur dari
simbol-simbol yang arbitter
Walaupun hubungan antara bunyi dan
arti ternyata bebas dari setiap suara hati nurani, logika, atau psikologi,
namun kerja sama antara bunyi-bunyi itu sendiri, di dalam bahasa tertentu,
ditandai oleh sejumlah konsistensi, ketetapan intern.
Dalam beberapa bahasa, bunyi-bunyi
tertentu tidak dapat dipakai di awal kata, yang lainnya tidak dapat dipakai
atau menduduki posisi di akhir kata. Gabungan bunyi dan urutan bunyi
membuktikan betapa pentingnya kriteria kecocokan dan pemolaan yang teratur
rapi. Pemolaan ini jelas bersifat intuitif yang merupakan sifat tidak sadar,
walaupun telah ditelaah oleh sarjana, diciptakan dan telah dipegunakan oleh
manusia yang biasanya tidak sadar akan adanya suatu “sistem berstruktur” yang
mendasari ujaran mereka.
5. Yang digunakan oleh para anggota
suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.
Bagian ini menyatakan hubungan
antara bahasa dan masyarakat. Para ahli sosial menaruh perhatian pada tingkah
laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut mempengaruhi atau dipengaruhi
manusia lainnya. Mereka memandang tingkah laku sosial seagai tindakan atau aksi
yang ditujukan terhadap yang lainnya. Fungsi bahasa memang sangat penting dalam
dunia manusia. Dengan bahasa para anggota masyarakat dapat mendakan interaksi
sosial.telaah mengenai pola-pola interaksi ini merupakan bagian dari ilmu
sosiologi.
B.
Fungsi Bahasa
Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi
bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi,
sedangkan aliran sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana
untuk perubahan masyarakat.
Walaupun ada perbedaan, pendapat ini saling melengkapi.
secara umum dapat dinyatakan fungsi bahasa menurut Fathi Ali Yunus dalam Amsal Bakhtiar (2008:180) adalah:
1. Koordinatoor kegiatan-kegiatan
masyarakat.
2. Penetapan pemikiran dan
pengungkapan.
3. Penyampaian pikiran dan perasaan.
4. Penyenangan jiwa.
5. Pengurangan kegoncangan jiwa.
Menurut
Alwasilah ada 5 fungsi bahasa antara lain:
1. Fungsi Kognitif
2. Fungsi emotif
3. Fungsi imperatif
4. Fungsi seremonial
5. Fungsi metalingual
Menurut Halliday dalam Amsal Bakhtiar (2008:180) bahwa
fungsi bahas adalah sebagai berikut:
1.
Fungsi
instrumental: Penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal yang bersifat materi
seperti makan, minum dan sebagainya
2.
Fungsi
regulatoris: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.
3.
Fungsi
interaksional: Penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran
antara seseorang dengan orang lain.
4.
Fungsi
personal: Seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.
5.
Fungsi
heuristik: Penggunaan bahasa untuk mencapai mengungkapkan tabir fenomena dan
keinginan untuk mempelajarinya.
6.
Fungsi
imajinatif: Penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan
gambaran-gambaran tentang discovery
seseorang dan tidak sesuai dengan realita.
7.
representasional: Penggunaan bahasa untuk
menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang lain.
Fungsi Bahasa menurut Linda Thomas dan Shan Wraeing
(1999:14) antara lain:
Fungsi referensial dalam bahasa adalah yang terkait dengan
nama apa yang digunakan untuk menyebut objek dan ide serta bagaimana cara
mendeksripsikan kejadian.
Serta, fungsi afektif dari bahasa terkait dengan siapa yang
boleh atau berhak mengatakan apa, di mana ini erat sekali kaitannya dengan
kekuasaan dan statis sosal. Misalnya ucapan “sudah waktunya kamu keramas” itu
merupakan ucapan yang tepat jika diberikan orang tua kepada anaknya tapi tidak
tepat digunakan jika dari pegawai kepada bos.
Menurut
Andre martinet (1987) fungsi bahasa ada tiga yaitu berkomunikasi, sebagai penunjang
pikiran dan untuk mengungkapkan diri.
C.
Pengertian Berpikir Ilmiah
Menurut Suriasumantri (2001) Berpikir
merupakan kegiatan (akal) untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir
ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan deduksi.
Menurut
Kartono (1996) Berpikir ilmiah yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan
pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.
Menurut Salam (1997) Pengertian berpikir ilmiah adalah :
1. Proses atau aktivitas
manusia untuk menemukan/ mendapatkan ilmu.
- Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
- Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.
- Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik.
- Merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya dengan baik.
- Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
D.
Bahasa Sebagai Sarana Berpikir
Ilmiah
Bahasa pada hakikatnya merupakan suatu sistem simbol yang
tidak hanya merupakan urutan bunyi-bunyi secara empiris, melainkan memilki
makna yang sifatnya non empiris. Dengan demikian bahasa adalah merupakan sistem
simbol yang memiliki makna, alat komunikasi manusia, penuangan emosi manusia.
Filsafat sebagai suatu aktifitas manusia yang berpangkal pada akal pikiran
manusia untuk menemukan kearifan dalam hidupnya, terutama dalam mencari dan
menemukan hakikat realitas dari segala sesuatu yang memiliki hubungan yang
sangat erat dengan bahasa. Oleh karena itu untuk dapat mengungkapkan struktur
realitas diperlukan suatu sistem simbol bahasa yang memenuhi syarat logis
sehingga satuan-satuan dalam ungkapan bahasa terwujud dalam bentuk preposisi.
Keberadaan bahasa sebagai sesuatu yang khas milik manusia
tidak hanya merupakan simbol belaka, melainkan media pengembang pikiran manusia
terutama dalam mengungkapkan realitas segala sesuatu.
Kemampuan berbahasa dan kemampuan berfikir saling
berpengaruh satu sama lain. Bahwa kemampuan berfikir berpengaruh terhadap
kemampuan berbahasa, sebaliknya kemampuan berbahasa berpengaruh pada kemampuan
berpikir. Seseorang yang rendah kemampuan berpikirnya akan mengalami kesulitan
dalam menyusun kalimat yang laogis, baik dan sistematis. Hal ini akan berakibat
sulitnya untuk berkomunikasi. Seseorang menyampaikan ide dan gagasannya dengan
bahasa dan menangkap ide dan gagasan orang lain melalui bahasa. Menyampaikan
dan mengambil makna ide dan gagasan itu merupakan proses berpikir yang abstrak.
Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat pada ketidaktepatan dan
kekaburan persepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah bahwa hasil
proses berpikir menjadi tidak tepat benar. Ketidaktepatan hasil pemrosesan
berpikir ini diakibatkan kekurangmampuan dalam bahasa (dalam Sunarto dan Agung
Hartono, 2006).
Dengan demikian dalam kehidupan manusia bahasa bukan
berfungsi sebagai alat komunikasi saja melainkan juga menyertai proses berpikir
manusia dalam usahanya memahami dunia luar. Oleh sebab itu bahasa selain
memilki fungsi komunikatif juga memilki fungsi kognitif dan emotif.
Persoalan yang mendasar adalah bagaimana kegiatan bernalar
manusia dapat dikomunikasikan pada orang lain dan dapat mewakili kebenaran isi
pikiran manusia. Dalam pengertian ini peran bahasa di dalam logika menjadi
sangat penting. Kegiatan penalaran manusia sebagaimana dijelaskan adalah
kegiatan berpikir (Kaelan, 2002).
Untuk dapat berpikir ilmiah, seseorang layaknya menguasai
kriteria maupun langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah. Dengan menguasai hal
tersebut tujuan yang akan digapai akan terwujud. Di samping menguasai
langkah-langkah tentunya kegiatan ini dibantu oleh sarana yang salah satunya
adalah bahasa.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam
proses berpikir ilmiah di mana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang berlandasakan logika
induktif atau deduktif. Dengan kata lain, kegiatan berpikir ilmiah ini sangat
berkaitan dengan bahasa. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum
tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang kurang
benar. Premis yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah juga. Semua
itu tidak terlepas dari fungsi bahasa itu sendiri sebagai sarana berpikir.
E.
Bahasa Ilmiah dan Bahasa Agama
Telah diutarakan sebelumnya bahwa bahasa ilmiah adalah
bahasa yang digunakan dalam kegiatan ilmiah, berbeda dengan bahasa agama. Ada
dua pengertian mendasar tentang bahasa agam, pertama, bahasa agama adalah kalam Illahi yang terabadikan dalam
kitab suci. Kedua, bahasa agama
merupakan ungkapan serta perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok
sosial. Dengan kata lain bahasa agama dalam konteks kedua merupakan wacana keagamaan
yang dilakukan oleh umat beragama maupun sarjana ahli agama, meskipun tidak
selalu menunjuk serta menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci. Walaupun ada
perbedaan antara kedua bahasa ini namun keduanya merupakan sarana untuk
menyampaikan sesuatu dengan gaya bahasa yang khas.
Bahasa ilmiah dalam tulisan-tulisan ilmiah terutama sejarah
selalu dituntut secara deksriptif sehingga memungkinkan pembacanya untuk ikut
menafsirkan dan mengembangkan lebih jauh. Sedangkan bahasa agama menggunakan
gaya deskriptif juga preskriptif yakni struktur makna yang dikandung selalu
bersifat persuasive di mana pengarang
mengkhendaki di pembaca mengiktui pesan.
Bahasa ilmiah yang notabene merupakan kreasi manusia
bagaimanapun indah gaya bahasanya dan teratur urutan katanya namun tetap akan
dihadapkan pada kritik dan saran dari pembaca. Hal ini sangat berbeda dengan
bahasa agama di mana para jagoan sastra harus mengakui kekalahan mereka jika
dihadapkan dengan gaya bahasa agama yang termaktub di dalam Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Setelah membaca dan memahami serta menganalisis Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Bahasa merupakan suatu hal yang
dianggap perlu untuk dilaksanakan pada lingkungan pendidikan, khususnya dalam
proses berpikir secara ilmiah karena Pemerolehan bahasa dikaitkan dengan
penguasaan sesuatu bahasa tanpa disadari atau dipelajari secara langsung yaitu
tanpa melalui pendidikan secara formal untuk mempelajarinya, sebaliknya memperolehnya
dari bahasa yang dituturkan oleh ahli masyarakat di sekitarnya.
B.
Saran
Dari makalah ini, harapan untuk
selalu berpikir secara ilmiah melalui pengajaran bahasa agar terus ditingkakan
dan dijadikan suatu rutinitas dalam segala lingkungan pendidikan. Karena
terselenggaranya pendidikan di tiga lingkungan sangat memungkinkan penggunaan
bahasa memiliki pengaruh yang besar. Dari cerminan tersebut perlunya pengajaran
bahasa dan kaitannya dengan pendidikan dinilai mampu memberikan hal positif
dalam berpikir secara ilmiah. Mempelajari dan mengembangkan bahasa dalam
pendidikan sangatlah perlu ditingkatkan, oleh sebab itu kita sebagai pemerhati
pendidikan mempunyai peran penting dalam pembiasan berpikir secara ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 2014.Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung.
Remaja Rosdakarya
Amsal
Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu.
Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Andre
Martinet. 1987. Ilmu Bahasa.
Yogyakarta. Kanisius.
Kaelan.
2002. Filsafat bahasa masalah dan
perkembangannya. Yogyakarta. Paradigma.
Kartono,
Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset
Sosial. Bandung, CV Mandar Maju
Kattsoff,
Louis O. 2004. Pengantar Filsafat
(Alih bahasa Soejono Soemargono). Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Salam,
Burhanuddin. 1997. Etika Sosial,
Asasdalam Kehidupan Manusia. Jakarta. Rineka Cipta
Sunarto
dan Ny. B. Agung Hartono. 2006. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta. Rineka Cipta.
Suriasumantri,
Jujun S. 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta. Sinar Harapan.
Thomas,
Linda, dkk. 1999. Bahasa, Masyarakat dan
Kekuasaan (Alih Bahasa Sunoto, dkk). Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Tim
Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar